Bagaimana menceritakannya?
Lantas aku sekarang sendiri. Hanya sendiri berteman dengan Tuhan
Bagaimana aku bisa menagih kata-katamu, lantas entah di sana kamu bersama orang baru. Aku tak mengenal
Rasanya aku baru mengingat, sekitar satu bulan kemarin kita sempat bertemu. Aku pikir itu pertemuan terakhir kita
Yang aku lakukan saat itu hanya tertawa dan tersenyum lebar di sela-sela pembicaraan serius kita, tentang berontak masa lalu
Masa yang takkan sembuh dengan hanya penjelasan panjang lebar. Masa yang terlalu terluka karena kebohongan
Setidaknya, di hatimu ada rasa mengerti..
Mengerti kaca-kaca yang mulai pecah di mataku, berubah wujud menjadi tetesan air yang terus mengejar tetes demi tetes
Masih belum bisa mengerti?
Bahkan sahabatku sendiri, yang juga kamu mengenalnya turut memberikan kode akan perubahan sikapku
Perubahan sepeninggalanmu
Pantas kalau hatiku sekarang dikatakan mati. Ya, mati rasa tepatnya
Dengan alasan setebal apa lagi aku harus menutupi kesedihanku
Bahkan hingga sekarang aku masih menganggapmu orang baik
Aku mensenjatakan cerita masa laluku denganmu dulu, begitu baik sekali
Bukannya setiap orang diberikan hati oleh Tuhan dengan tujuan agar dapat merasakan perasaan orang lain?
Hati itu kamu gunakan untuk apa jika sikapmu monoton seperti ini!
Entahlah, aku masih memikirkanmu
Masih..
Mei, Juni, Juli.. Aku masih mengingat langkah kepergianmu
Dimana kedewasaanmu yang orang-orang bilang tentangmu padaku dulu?
Apa itu topeng?
Aku kecewa bisa mengenalmu jika berakhir seperti ini
Berakhir dengan sakitnya perasaan. Lumpuhnya logika. Bencinya pada masa lalu
Entahlah, tapi aku rasa Tuhan tidak pernah bermain dadu dalam memberikan kisah untuk makhluk-Nya
Selalu kutemukan alasan di balik setiap peristiwa kisahku, cepat atau lambat..
Tiba-tiba terpikir untukmu